top of page

Perlu Pembenahan Ekosistem Atasi Masalah Truk ODOL

Transportasi | Sejak tanggal 1 Agustus 2018 lalu, Pemerintah akan mulai konsisten melakukan penindakan atas pelanggaran overdimension dan overload (ODOL). Sebenarnya tidak heran jika kalangan pengusaha truk apatis dengan pelaksanaan ODOL, karena sejak dulu penanganan ODOL ini seperti tidak pernah serius. Akibatnya banyak pengusaha kehilangan konsumen.

Kyatmaja Lookman, Chief Executive Officer PT Lookman Djaja, mengatakan semakin maraknya praktik ODOL, maka paradigma baru ini akan menjadi kebiasaan. Ketika kita mau mengembalikan ke asal, maka resistensinya akan sangat luar biasa sekali. “Mulai dari isu kenaikan harga, inflasi, dan sebagainya yang pada dasarnya memiliki kecondongan pada faktor ekonomi. Tapi belum pernah kita pikirkan dampak sosial dan lingkungannya? Sesungguhnya faktor ekonomi itu penting, tapi jangan lupa masih banyak faktor yang lainnya,” ujar Kyatmaja, di Jakarta, Jumat (23/11).

Pemerintah sebagai regulator, tambah dia, seharusnya tidak hanya fokus pada penindakan saja tanpa memikirkan relaksasi kepada industri, seakan-akan sudah terbiasa dengan kasus muatan berlebih tersebut. Kerusakan jalan pastinya akan sangat masif jika perkembangan beban muatan dibiarkan terus naik, karena kapasitas beban yang ditanggung Jalan, maksimal hanya sampai 10 ton. “Biaya perbaikan jalan sebesar 43 triliun Rupiah sesungguhnya bisa membuat beberapa ruas tol tiap tahunnya. Kita bisa saja berdalih kalau konstruksinya jelek, anggaran disunat dan lain sebagainya tapi faktor kelebihan beban itu juga tidak bisa didiskreditkan begitu saja,” jelas dia.

Belum juga masalah keamanan dan sosial terselesaikan, lanjut Kyatmaja, ada lagi faktor-faktor yang lain yang menjadi acuan untuk truk pabrikan, yaitu terdapat pada Gross Vehicle Weight Rating (GVWR). Artinya kendaraan itu hanya mampu dan bisa dipertanggungjawabkan ketika muatan beserta kendaraanya itu berlebih dan masalah dimensi juga harus sesuai dengan Surat Kelayakan Rancang Bangun (SKRB) dari pabrikan. “Di luar itu, kita sudah sangat tidak bertanggung jawab karena komponen kendaraan sudah tidak sesuai dengan desain dan peruntukannya,” ujarnya.

Selain itu, Kyatmadja mengatakan, daya saing industri juga harus diperhatikan, jika ada kendaraan yang bisa dikendarai dengan aman sesuai dengan yang diperuntukan dan tidak merusak jalan (ada di negara lain), seharusnya kita juga sesegera mungkin mengadopsinya. “Bila kita hanya mampu mengangkut sedikit muatan, maka Industri kita juga tidak akan punya daya saing yang tinggi. Aturan yang mengatur tentang ini pun juga sudah sangat ketinggalan zaman,” kata Kyatmaja.

Jika kita mau mulai menyelesaikan ODOL, maka benahi ekosistemnya karena ekosistem yang bagus itu harus dimulai dari regulasinya. Kita harus sepakat ekosistem seperti apa yang akan kita ciptakan misalnya keamanan, kompetensi, daya saing, kompetitif, complience, professional, dan sebagainya. “Tanpa perbaikan ekosistem dalam transportasi barang, jangan berharap lebih kita bisa melangkah lebih baik. Karena pada dasarnya yang bisa memuat banyak barang dan mempunyai dimensi yang berlebih, pasti dialah yang menang,” tandas Kyatmaja. (ST)

sumber:

http://transportasi.co/perlu_pembenahan_ekosistem_atasi_masalah_truk_odol_2586.htm?fbclid=IwAR2i9SuJAfvaipryOFr3KrWSlFNNH3CKZLi3aUVTr7Mf2zll2zKyxM8UMjo


bottom of page